Skip to main content

Alqur'an tidak bicara sendiri

Ali bin Thalib ketika terlibat adu pendapat dengan kaum Khawarij, sebelum akhirnya kelompok itu membunuhnya. Sekte Khawarij, sebagaimana umum diketahui, mengaku sebagai penegak hukum Allah yang paling murni, dengan slogannya la hukma illa lillah (Tidak ada hukum kecuali hukum Allah). Atas dasar itulah mereka lalu mengkafirkan kubu Khalifah Ali dan kubu Mu’awiyah bin Abu Sufyan, lantaran kedua pihak sama-sama menempuh tahkim (arbitrase) demi mengakhiri Perang Shiffin.  Arbitrase semacam itu, bagi Khawarij, sama halnya dengan berhukum dengan aturan buatan manusia dan mengabaikan aturan Allah. Dan berpedoman dengan hukum manusia buat Khawarij adalah suatu tindakan kufur. Pelakunya layak dibunuh. Maka pada tanggal 17 Ramadan 40 Hijriyah, seorang aktivis Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam membunuh Khalifah Ali. Ada juga dua aktivis Khawarij lain yang mencoba membunuh Mu’awiyah bin Abu Sufyan dan ‘Amru bin ‘Ash, tapi digagalkan.  Mengapa Khawarij yang begitu getol membela kedaulatan hukum Allah justru akhirnya menebar takfir (pengkafiran) yang  berujung pada pembunuhan?  Di sini mungkin ada baiknya kita menyimak “polemik” antara Ali dengan pihak Khawarij beberapa saat setelah kelompok ini menyatakan keluar dari kubu pengikut Ali. ( Pemisahan diri inilah yang menyebabkan mereka kemudian disebut “Khawarij”: kelompok sempalan).  Dalam 'Tarikh al-Tabari' diceritakan, Khalifah Ali pernah mengadakan pertemuan dengan pihak Khawarij. Di situ beliau sengaja  membawa  Al-Qur’an.  Ketika berada di hadapan mereka, Ali lalu berseru kepada Al-Qur’an yang dibawanya: “Bicaralah ke kita!” Kontan saja mereka yang hadir heran dan bingung melihat ulah Sang Khalifah tersebut. Bagaimana mungkin Al-Qur’an yang benda mati bisa berbicara, begitu kira-kira pikir mereka. Ali akhirnya menukas: “Wa hadza al-Qur’an innama huwa khatthun masthur bayna daffatayn la yanthiqu. Innama yatakallamu bihi al-Rijal.” Artinya: “Dan Al Qur’an  tidak lain hanyalah teks tertulis yang diapit dua sampul. Al-Qur’an tidak bisa bicara sendiri. Manusialah yang berbicara melaluinya.”   Melalui pernyataan tersebut, Ali dengan jitu mematahkan tuduhan kaum Khawarij yang mengkafirkan tahkim yang mereka anggap sebagai berhukum dengan aturan manusia, bukan hukum Allah. Tapi dari mana kita mengetahui hukum Allah? Dari Al-Qur’an, bukan? Masalahnya, “Al-Qur’an tidak bisa bicara sendiri. Manusialah yang berbicara melaluinya,” Artinya, hukum Allah tidak bisa muncul begitu saja dari rahim Al-Qur’an tanpa adanya campur tangan  manusia yang merumuskannya. Selain itu, Ali sejatinya mengukuhkan peran pembacaan sebagai sarana yang tak terelakkan manakala kita berinteraksi dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an memang Kalam Ilahi yang Qadim, tapi sekaligus juga “teks tertulis yang diapit di antara dua sampul.” Sebagai teks,  Al-Qur’an hanya bisa berbunyi melalui laku pembacaan, entah itu berupa penterjemahan, penafsiran,  pantakwilan atau yang lain.  Dan perlu diingat, pembacaan terhadap Al-Qur’an tidak setara statusnya dengan  Al-Qur’an itu sendiri, karena manusia sebagai pembaca  tidak bersifat qadim. Karakter tekstual Al-qur’an yang meniscayakan kehadiran manusia sebagai pembacanya, inilah yang ditampik oleh Khawarij. Karena bagi mereka, Al-Qur’an bisa bicara sendiri. Artinya, di mata mereka, pembacaan mereka terhadap Al-Qur’an sesungguhnya bukanlah pembacaan, melainkan Al-Qur’an itu sendiri.  Dengan begitu, mereka bukan hanya tidak mengakui keragaman penafsiran terhadap Al-qur’an, melainkan juga menolak ide tentang tafsir itu sendiri. Bagi kaum Khawarij, yang berlaku hanyalah ini: atau mengikuti Al-qur’an atau menentangnya. Hukum Allah versus hukum manusia. Inilah saya kira yang menyebabkan mengapa mereka begitu mudah mengkafirkan para sahabat Nabi yang berbeda dengan mereka. Satu hal yang perlu diingat, faktor pendorong  gerakan Khawarij justru bukan kehendak untuk berkuasa, melainkan kehendak untuk kesalehan. Ini tercermin, misalnya, dari komposisi pengikutnya, yang justru banyak berasal dari para qurra’ yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk Al-Qur’an.  Namun latar belakang mereka yang kebanyakan dari kultur Arab badui yang nomaden membuat mereka sulit mencerna pandangan Ali bahwa “Qur’an tidak bicara sendiri. Manusia yang berbicara melaluinya.”  Akibatnya, gerakan menegakkan kedaulatan Allah dari Khawarij akhirnya justru tercatat dalam lembaran hitam sejarah Islam. Tidak heran kalau Ali bin Thalib menyebut pembelan Islam versi Khawarij sebagai al haqq urida bihi al-bathil (kebenaran yang dipakai untuk tujuan yang bathil). [] Akhmad Sahal  

Comments

Popular posts from this blog

10 Mutiara yang akan diambil Jibril as.

رُوِىَ أَنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ نَزَلَ عَلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فىِ مَرَضِ مَوْتِهِ فَقاَلَ ياَجِبْرِيْلُ هَلْ تَنْزِلُ مِنْ بَعْدِى , فَقاَلَ نَعَمْ ياَرَسُوْلَ اللهِ أَنْزِلُ عَشْرَ مَرَّاتٍ أَرْفَعُ العَشْرَ الجَواَهِرِ مِنَ الأَرْضِ قاَلَ ياَ جِبْرَيْلُ وَماَتَرْفَعُ مِنْهاَ , قاَلَ , (الأَوَّلُ) أَرْفَعُ البَرَكَةَ مِنَ الأَرْضِ (وَالثَّانىِ) أَرْفَعُ المَحَبَّةَ مِنْ قُلُوْبِ الخَلْقِ (وَالثَّالِثُ) أَرْفَعُ الشُّفْقَةَ مِنْ قُلُوْبِ الأَقاَرِبِ (وَالرَّابِعُ) أَرْفَعُ العَدْلَ مِنَ الأُمَراَءِ (وَالخاَمِسُ) أَرْفَعُ الحَياَءَ مِنَ النِّساَءِ (وَالسَّادِسُ) أَرْفَعُ الصَّبْرَ مِنَ الفُقَراَءِ (وَالسَّابِعُ) أَرْفَعُ الوَرَعَ وَالزُهْدَ مِنَ العُلَماَءِ (وَالثَّامِنُ) أَرْفَعُ السَّخاَءَ مِنَ الأَغْنِياَءِ (وَالتَّاسِعُ) أَرْفَعُ القُرْآنَ (وَالعاَشِرُ) أَرْفَعُ الإِيْماَنَ Ketika Rasulullah dalam keadaan sakit yg menghantarkan belaiu wafat, malaikat Jibril datang menemuinya. Setelah berbincang sejenak Rasulullah bertanya kepada Jibril

KODE PINTAR ICD - X A-C

KODE PINTAR ICD 10                 A-C NO DIAGNOSA KODE ICD X A 1 Abdominal pain R10.4 2 Ablasi dan kerusakan retina H 33 3 Ablasio Retina / Cornea H33.2 4 Abortus iminens O20.0 5 Abortus infeksius O08.0 6 Abortus inkomplit O06.9 7 Abortus insiplens O02.1 8 Abortus lainnya O 05 9 Abortus medik O 04 10 Abortus spontan O 03 11 Abses(LUKA) L02.9 12 Abses abdominal K65.0 13 Abses Akilla L02.4 14 Abses apendicular/apendikes K 35.1 15 Abses app K35.1 16 Abses bartolin N75.1 17 Abses beplum J34.0 18 Abses CD N73.5 19 Abses cerebri Q06.0 20 Abses colli L02.1 21 Abses cornea H16.3 22

BASMALAH DALAM SURAT AL-FATIHAH

MembacaAl Fatihah merupakan rukun shalat, dan basmalah adalah salah satu ayat dari suratAl Fatihah. Karena itu menurut madzhab Syafi’iy, shalat tidak sah tanpa membaca basmalah. Dan AlFatihah itu dibaca ketika berdiri pada setiap rakaat.Pendapat ini berdasarkan pada:1. Sabda Rasulullah SAW : لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ يَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ   ( متفق عليه   ( ”Tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca suratAl Fatihah”HR.Imam Bukhari sebagaimana dijelaskan Syaikh AsSyarbini: وَالْبَسْمَلَةُ آيَةٌ مِنْهَا اَيْ الْفَاتِحَةِلِمَا رُوِيَ أَنََّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَدَّ الفَاتِحَةَ سَبْعَ آيََاتٍ وَعَدَّ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ آيَةً مِنْهَا Basmalah salah satu ayat dari Al Fatihah karena diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah SAWmenghitung ayat surat Al Fatihah ada tujuh ayat, dan RasulullahSAW menghitung bismillahirrahmanirrahim termasuk salah satu ayatnya”  Hadits riwayat Ad Daruquthni dari Abi Hurairah ra bahwaRasulullah SAW bersabda: