Saya perhatikan jama'ah Naiker (maksudku, cheerleaders Pak Zakir Naik) hiruk-pikuk menyebarkan pendapat dokter bedah dari India yang menjadi buron di negaranya sendiri karena terkait dugaan aksi-aksi intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Salah satu pendapatnya yang disebarluaskan adalah tentang kewajiban memilih pemimpin Muslim itu hanya berlaku bagi orang-orang (Muslim) yang mempercayai kebenaran Al-Qur'an. Artinya, kalau ada Muslim yang memilih pemimpin non-Muslim berarti mereka tidak mempercayai kebenaran Al-Qur'an. Begitulah kira-kira kata si kura-kura he he. Sepertinya ini "pesan sponsor" deh dari itu tuh "klub ok oce" he he.
Jika memang benar apa yang dikatakan Pak Naik itu, maka sudah ada berjuta-juta umat Islam dan tak terhitung lagi jumlah kaum Muslim di dunia ini (yang jelas lebih dari 7 juta deh he he) yang tidak mempercayai Al-Qur'an hanya karena memilih "pemimpin" non-Muslim.
Coba saja kalian hitung sendiri berapa jumlah kaum Muslim yang tinggal di negara-negara penduduk non-Muslim: dari negara-negara di Benua Afrika sampai negara-negara Barat (Eropa, Australia, Amerika Utara, dlsb). Mereka tentu saja memilih "pemimpin" politik-pemerintahan non-Muslim.
Tidak usah jauh-jauh ke Afrika atau Barat, sekarang silakan lihat India, yaitu negaranya Pak Naik sendiri. Ada sekitar 172 juta umat Islam disini (dari berbagai kelompok: Sunni, Syiah, Bohra, Nizari, Ahmadiyah, Ismaili, Ahle Sunnat Barelvi, Salafi, dlsb), sekitar 14% dari total penduduk India. Baik Presiden maupun Perdana Menteri India adalah non-Muslim (Hindu), yaitu Pak Narendra Modi (PM) dan Pak Pranab Mukherjee (presiden).
Di kawasan mayoritas berpenduduk Muslim bahkan juga ada yang mempunyai kepala negara atau kepala daerah yang non-Muslim (khususnya Kristen: Protestan, Katolik, Maronite, dlsb) seperti di Senegal, Lebanon, Palestina, dlsb. Bahkan di Indonesia sendiri, banyak sekali kaum Muslim yang memilih kepala daerah (gubernur, bupati atau walikota) non-Muslim karena pertimbangan kredibilitas dan kualitas kandidat.
Apakah mereka semua tidak mempercayai kebenaran Al-Qur'an? Jelas tidak dong cing. Kepriben si rika? Kumaha atuh mang? Meyakini kebenaran Al-Qur'an itu satu hal, memilih kepala negara / kepala daerah itu hal lain. Tidak ada hubungannya.
Apa yang kalian "pedomani" itu pada hakikatnya adalah "tafsir", "takwil", pendapat, atau pemahaman ayat Al-Qur'an, belum tentu itu makna dan maksud sebenarnya Al-Qur'an. Tentu saja, kalian boleh dan sah-sah saja mempercayai dan bersikukuh terhadap tafsir, takwil, pendapat, dan pemahaman Anda atas Al-Qur'an tetapi jangan menganggap dan menghakimi tafsir, takwil, pendapat, dan pemahaman orang lain terhadap Al-Qur'an sebagai "sesat dan menyimpang".
Jika Anda menganggap tafsir, takwil, pendapat, dan pemahaman orang lain atas Al-Qur'an yang kebetulan berbeda dengan Anda sebagai "sesat dan menyimpang", berarti Anda telah menyejajarkan diri Anda dengan Tuhan sebagai "penulis" dan "pemegang hak cipta" Al-Qur'an. Semua pendapat adalah nisbi dan relatif, tidak ada yang mutlak benar maka jangan sekali-kali memutlakkan sebuah pendapat dan pemikiran. Al-Qur'annya benar, manusia yang memahami dan menafsiri yang berpotensi keliru. Karena itu saling-menghormati pendapat adalah jalan terbaik.
Sebagaimana Anda, saya, dan orang lain, Pak Zakir Naik tentu saja boleh berpendapat atas ayat-ayat dalam Al-Qur'an. Tetapi tetap saja hasilnya adalah sebuah pendapat atas Al-Qur'an, bukan (makna sebenarnya) Al-Qur'an itu. Tentu saja hanya Tuhan yang tahu pasti makna sebenarnya dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Manusia hanya mencoba untuk memahami dan menafsirinya saja. Jadi, kalau Anda ngotot mempertahankan dan mempercayai kebenaran pendapat Pak Zakir Naik, kalian ini sebetulnya meyakini Al-Qur'an sebagai "Firman Tuhan" atau "Firman Naik"?
Sumanto Al Qurtuby
Comments
Post a Comment