Tanpa terasa tidak lama lagi kita
memasuki bulan suci ramadhan, bulan yang ditunggu tunggu oleh ummat Islam di
seluruh dunia. Kalau ibarat tanah, Ramadhan adalah ladang yang sangat subur,
tanaman apapun yang ditanam disana akan memberikan hasil yang berlipat ganda.
Sebulan dalam setahun ummat Islam diberi kesempatan oleh Allah untuk
memperbaiki kekurangan dalam ibadah, sehingga ibadahnya menjadi sempurna.
Perdebatan jumlah rakaat shalat
tarawih sudah berlangsung sejak lama, kedua-dua nya mempunyai dalil yang kuat,
semuanya bersumber dari hadist Nabi. Dari kedua versi, yang mana paling benar?
Jawabannya adalah keduanya benar, atau keduanya tidak benar.
Sadar atau tidak, kebenaran itu TIDAK
ADA. Seluruh manusia mempersepsikan kebenaran menurut ilmu yang diketahuinya,
menurut input yang masuk ke dalam akal fikirannya. Bagi sunni, penganut syiah
adalah sesat dan menyimpang dari agama, sedangkan bagi penganut syiah, sunni
menyimpang dari agama, lahir dari produk politik masa lalu. Sunni dan syiah
keduanya benar dan keduanya salah, tergantung anda memandang dari sudut pandang
mana.
Apakah Islam agama yang benar? Bagi
penganut agama Islam itu sudah jelas, Islam agama yang di ridhai Allah, bagi
non muslim? Islam bukan agama yang benar, agama mereka yang paling benar. Bagi
penganut ajaran wahabi/salafi, apa yang mereka yakini dan amalkan adalah yang
paling benar, sedangkan bagi kelompok di luar mereka, wahabi/salafi adalah
ajaran menyimpang dari agama, ajaran yang muncul 100 tahun lalu.
Kalau anda mencari kebenaran, maka
sampai kapan pun anda tidak akan menemukan keberaran. ( kalau kebenaran yang anda cari adalah
kebenaran yang bisa diterima oleh semua orang, kebenaran tanpa ada yang
mengingkar i).
Kebenaran dalam bahasa Arab adalah
Haqq, merupakan nama dari Allah Al-Haqq (Maha Benar), itu sebabnya di dunia ini
tidak ada yang benar, sampai manusia menemukan al-Haqq.
Ketika manusia menemukan al-Haqq maka
dia sudah tidak memerlukan lagi pengakuan dari makhluk, tidak memerlukan lagi
dukungan atas apa yang diyakininya. Hatinya telah sibuk bersama Allah, dia
sudah tidak lagi berada pada level persepsi yang merupakan produk akal. Manusia
yang telah bersama Allah tidak akan bisa lagi menemukan kesalahan pada manusia
lain, karena tidak telah mampu melihat seluruh jalan yang dilalui manusia untuk
mencapai Tuhan. Karena telah berada di puncak piramida, maka dia mampu melihat
seluruh sisi bangunan, mampu melihat kehadiran dan ketidakhadiran cahaya Allah
pada diri masing masing individu manusia.
Pada level ini manusia tidak lagi
memerlukan sebab, karena segala sesuatu terjadi semata-mata karena Allah. Tidak
lagi terpengaruh oleh benar salah, pahala dan siksa, seperti ucapan
ketidakpedulian Rabi’ah al-Adawiyah akan surga dan neraka. Bahkan kehidupan
tidak lagi bisa diberi makna, karena mareka telah pasrah dalam genggaman Allah
Ta’ala seperti bayi dalam pangkuan Ibu nya, tanpa berdaya apa-apa selain
perlindungan dan kasih sayang sang Ibunda. Dalam kondisi ini lah Al-Halaj
berkata, “hidup dan mati bagi ku sama saja”.
Comments
Post a Comment